Kamis, 29 Mei 2008

WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATION (WIPO)

World Intellectual Property Organization (WIPO):

Rezim Internasional bagi Perlindungan

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

dalam konsep international Delegation

World Intellectual Property Organization (WIPO) merupakan organisasi dibawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang khusus menangani bidang hak kekayaan intelektual (HAKI). Sampai sekarang organisasi ini beranggotakan 184 negara yang berpartisipasi dalam WIPO untuk menegosiasikan perjanjian-perjanjian internasional serta aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan HAKI seperti patent, copyrights dan trademarks. Sekretariat WIPO berkedudukan di Genewa, Swiss dan merekalah yang melakukan fungsi koordinasi terhadap aktivitas WIPO, mengimplentasikan 24 perjanjian internasional yang telah disepakati, dan memfasilitasi negosiasi atas perjanjian-perjanjian baru yang diajukan berkaitan dengan copyrights, patent, dan trademarks.

Cikal bakal dari WIPO telah terbentuk sejak tahun 1883 dengan nama Bureaux Internationaux Réunis pour la Protection de la Propriété Intellectuelle (BIRPI) berdasarkan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works dan Paris Convention for the Protection of Industrial Property. BIRPI berubah menjadi WIPO pada tahun 1967 berdasarkan the Convention Establishing the World Intellectual Property Organization. Dalam konvensi WIPO tersebut disebutkan bahwa tujuan dari organisasi ini adalah mempromosikan perlindungan terhadap kekayaan intelektual di seluruh dunia. Pada tahun 1974 WIPO diadopsi untuk masuk sebagai bagian dari organisasi internasional di bawah PBB. Setelah masuk ke dalam bagian PBB, WIPO menjadi intergovernmental organization yang anggotanya merupakan negara-negara anggota PBB.[1]

WIPO bekerja melalui wakil-wakil dari setiap negara anggotanya yang terbagi dalam komite-komite, majelis (assembly), dan kelompok kerja yang dikoordinasikan oleh sekretariat. Komite-komite yang ada dalam WIPO mengambil keputusan berdasarkan konsensus yang berarti kebijakan diambil jika semua negara anggota setuju. Melalui majelis umum (general assembly) setiap negara anggota WIPO memiliki hak suara yang sama, satu negara satu suara.[2] Dalam struktur organisasi WIPO sendiri terdapat governing bodies yang terdiri atas General Assembly, WIPO Conference, dan Coordination Committee; Standing Committee yang terdiri dari Standing Committee on the Law of Patents (SCP), Standing Committee on the Law of Trademarks, Industrial Designs and Geographical Indications (SCT), Standing Committee on Copyright and Related Rights (SCCR), dan Standing Committee on Information Technologies (SCIT); Permanent Committees yang terdiri dari Program and Budget Committee, Permanent Committee on Intellectual Property and Development (PCIPD), Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (IGC), dan Advisory Committee on Enforcement (ACE); dan working groups.[3]

Fungsi dari WIPO yaitu membangun sistem internasional dalam intellectual property (IP). Salah satu tugas dari WIPO adalah menentukan standar dan aturan internasional dalam IP. Dalam melaksanakan perlindungan terhadap kekayaan intelektual WIPO membangun kerjasama dengan negara-negara anggotanya dan juga bekerjasama dengan organisasi lainnya seperti World Trade Organization (WTO) dan Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN). Untuk melengkapi fungsi-fungsi yang tidak terdapat dalam WIPO.

Melihat peran WIPO dalam membangun aturan dan sistem internasional dalam perlindungan HAKI yang melibatkan banyak negara sebagai anggotanya maka membuat WIPO menjadi sebuah rezim internasional dalam perlindungan HAKI. Dengan menggunakan konsep international delegation yang ditulis oleh Curtis A. Bradley dan Judith G. Kelley, paper ini akan menganalisa bagaimana peran WIPO sebagai international delagation dalam rezim international property right.

TIPE INTERNATIONAL BODIES

Dalam konsep delegasi internasional, international delegation didefinisikan sebagai a grant of authority by sate to an international body or another state to make decision or take action.[4] Dengan demikian negara mendelegasikan otoritasnya kepada badan internasional untuk membuat keputusan atau melakukan kebijakan tertentu. Ketentuan tenatng grant of authority ini tercantum dalam kesepakatan pendirian badan internasional tersebut. Begitu pula dengan WIPO, dalam WIPO Convention[5] tercantum mandat yang diemban WIPO, tugas dan kewenangan masing-masing bagian dalam struktur organisasinya, fungsi serta prosedur yang diterapkan dalam organisasi tersebut.[6]

Secara teori arah dan kebijakan yang akan diputuskan oleh WIPO ditentukan oleh negara anggotanya. Namun pada prakteknya sekretariat WIPO-lah yang memiliki peran besar untuk menentukan arah dan kebijakan yang akan dilakukan oleh WIPO di bawah ketentuan WIPO Convention. Dalam beberapa isu tertentu, tidak hanya staf utama tetapi juga melibatkan komite yang berkaitan dengan isu tersebut untuk merancang draft atau teks perjanjian yang akan dibuat.[7]

Sekretariat WIPO terdiri dari staf yang berasal dari 90 negara yang termasuk ahli dari berbagai macam bidang tentang hukum dan praktek atas kekayaan intelektual, spesialis dalam kebijakan publik, ekonomi, administrasi, dan teknologi informasi.[8] Sekretariat WIPO-lah yang menjalankan implementasi dari 24 perjanjian yang telah disepakati oleh negara-negara anggotanya. Mereka jugalah yang melakukan prosedur, mencatat registrasi dan proses administrasi yang berkaitan dengan kekayaan intelektual, misalnya pendaftaran atas hak paten, merk dagang, atau hak atas desain industri.[9] Dengan demikian Sekretariat WIPO yang terdiri atas staf yang ditunjuk dan mewakili (juga merupakan hired staff) adalah agen atau third parties yang menjalankan kewenangan atau authority yang telah diberikan kepada WIPO dari negara-negara anggotanya.

TIPE DELEGASI INTERNASIONAL

Setiap badan internasional memiliki tipe delegasi internasional yang berbeda-beda sesuai dengan kewenangan apa saja yang dilimpahkan oleh negara anggotanya kepada badan internasional tersebut. Dalam konsep international delegation diidentifikasikan ada 8 tipe kewenangan (authority) yang bisa dilimpahkan yaitu: legislatif, ajudikatif, regulatory, monitoring and enforcement, agenda-setting, research and advice, policy implementation, dan re-delegation.[10] Sebuah delegasi internasional bisa memiliki lebih dari satu tipe kewenangan sesuai dengan fungsi apa saja yang dijalankan.

Melalui badan-badan yang ada dalam struktur WIPO –terutama sekretariat WIPO yang memiliki peran dominan-, WIPO memiliki beberapa tipe kewenangan yaitu legislative delegation, regulatory delegation, agenda-setting, dan policy implementation delegation.

Legislative delegation

Sebuah delegasi legislatif memiliki kewenangan untuk membuat atau mengamandemen perjanjian-perjanjian internasional.[11] Kewenangan tersebut diberikan oleh negara terhadap badan internasional. Perjanjian yang dibuat memiliki kekuatan mengikat kepada negara anggota. Di dalam WIPO Coordination Committee dan Standing Committee –berdasarkan bidang masing-masing- bertugas menyiapkan draft perjanjian yang kemudian akan diajukan dan dibahas dalam majelis umum. Komite tersebut akan menentukan proposal mana yang akan masuk dalam draft perjanjian dan proposal mana yang dihapuskan dari draft perjanjian.[12] Kemudian perjanjian tersebut akan dibahas dan akan menjadi kesepakatan setelah disetujui oleh semua negara anggota dalam majelis umum. Beberapa perjanjian yang dirancang oleh WIPO diantaranya yaitu Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works, World Intellectual Property Organization Copyright Treaty, Paris Convention for the Protection of Industrial Property, dan WIPO Performances and Phonograms Treaty.[13]

Regulatory delegation

Sebuah regulatory delegation memiliki kewenangan untuk menentukan aturan administratif untuk mengimplementasikannya dan menginterpretasikan. Seperti kewenangan legislatif, kewenangan ini juga mengikat secara legal terhadap negara anggota. Terkadang memang bisa menjadi tidak jelas antara kewenangan legislatif dan kewenangan regulatory.[14] WIPO tidak hanya memiliki kewenangan untuk menentukan aturan administratif terhadap perjanjian yang dirancang oleh WIPO sendiri. Salah satu contohnya adalah Patent Cooperation Treaty (PCT) yang diputuskan dalam The Washington Diplomatic Conference pada tahun 1970 yang aturan administratifnya ditentukan dan dipegang oleh WIPO.

Agenda-setting

Kewenangan dalam agenda-setting memberi kesempatan bagi badan internasional untuk melakukan kontrol secara formal terhadap agenda legislatif yang akan dimunculkan. Hal ini berarti bahwa badan tersebut berhak melakukan inisiatif proposal kebijakan yang akan dibahas.[15] Komite koordinasi yang bertugas menentukan proposal mana yang akan dimasukkan ke dalam draft perjanjian WIPO memiliki kewenangan ini. Sekretariat WIPO juga memiliki fungsi menentukan arah dan kebijakan yang menjadi target WIPO setiap tahunnya. WIPO juga membangun norm-setting yang akan diterapkan sebagai upaya untuk melindungi kekayaan intelektual. Salah satu yang digagas sesi pertemuan majelis umum WIPO pada bulan September-Oktober tahun 2004 adalah dengan mengkampanyekan ”Development Agenda”. Agenda ini menekankan prioritas WIPO terhadap negara-negara berkembang.[16]

Policy implementation

Negara juga memberikan otoritas kepada badan internasional untuk mengimplementasikan kebijakan yang dibuat. Lembaga tersebut bisa menyalurkan dan mengalokasikan sumber-sumber yang dimilikinya untuk menjalankan program-program yang telah disetujui, termasuk kegiatan administratif.[17] Dalam hal ini WIPO bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kesepakatan atau perjanjian-perjanjian internasional yang berkaitan dengan kekayaan intelektual. Misalnya WIPO merupakan lembaga yang menjalankan implementasi PCT. WIPO melakukan prosedur penetapan hak paten terhadap penemuan yang didaftarkan kepada sekretariat WIPO. Prosedur administratif dan proses penetapan hak paten ini dilaksanakan berdasarkan PCT. Begitu pula ke-24 perjanjian internasional lainnya yang di bawah administrasi WIPO.

SOVEREIGNTY COST

Dalam setiap kerjasama internasional tidak hanya memberikan benefits tetapi juga ada harga yang harus dibayar oleh negara yang bersangkutan (transaction cost). Delegasi internasional memiliki transaction cost yang berkaitan dengan sovereignty cost karena dalam delegasi internasional melibatkan penyerahan sebagian otonomi negara kepada badan internasional. Hal ini berarti menyerahkan sebagian otoritas negara dalam pembuatan kebijakan kepada aktor lain (badan internasional). Sovereignty cost yang harus dikorbankan oleh negara memiliki level yang berbeda-beda pada setiap delegasi initernasional. Untuk menentukan tingkat tinggi rendahnya soverignty cost ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: area isu, tipe otoritas yang didelegasikan, efek legalitas, dan kebebasan (independence) dari badan internasional tersebut.[18]

Area Isu dalam WIPO

Faktor area isu apa yang ditangani oleh badan internasional menentukan tingkat tinggi atau rendahnya sovereignty cost yang harus dikorbankan oleh negara bersangkutan. Sovereignty cost akan tinggi jika isu yang ditangani oleh badan internasional tersebut berkaitan dengan elemen-elemen kedaulatan Westphalian seperti wilayah teritorial atau mengatur hubungan antar negara. Sovereignty cost akan tinggi juga jika subjek yang ditangani oleh badan internasional telah diatur sebelumnya oleh masing-masing negara. Selain itu, sovereignty cost juga ditentukan oleh seberapa luas lingkup yang ditangani oleh badan internasional tersebut.[19]

WIPO mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kekayaan intelektual. Apa yang disebut dengan kekayaan intelektual tercantum dalam Berne Convention dan Paris Convention. Kekayaan intelektual merujuk pada hasil karya pikiran meliputi penemuan, hasil karya seni, gambar, nama, simbol, dan desain yang digunakan secara komersial. Kekayaan intelektual dibagi menjadi dua kategori, pertama, industrial property yang mencakup paten, merk dagang, dan desain industri. Kedua, copyright yang berkaitan dengan hasil karya seni –musik, film, novel, puisi, dan sebagainya- termasuk penampilan seniman, hak untuk merekam dan menyiarkan hasil karya seni tersebut.[20] Dengan demikian WIPO tidak menangani isu yang bersifat high cost yang berkaitan dengan kedaulatan Westphalian, bahkan lebih kepada hak intelektual yang dimiliki setiap individu yang berhasil menciptakan sesuatu baik yang berkaitan dengan industri maupun karya seni.

Isu yang ditangani oleh WIPO belum diatur dalam hukum domestik negara. Justru WIPO berfungsi membangun ketentuan yang berlaku secara internasional. Lingkup isu yang ditangani oleh WIPO juga terbatas untuk hal yang berkaitan dengan kekayaan intelektual seperti dijelaskan di atas. Oleh karena itu, berdasarkan area isu yang ditangani oleh WIPO bersifat low cost.

Tipe otoritas yang didelegasikan

Dalam konsep tentang delegasi internasional yang ditulis oleh Bradley dan Kelley telah digambarkan tingkat cost sovereignty berdasarkan tipe kewenangan yang didelegasikan kepada badan internasional. Legislative delegation menempati level cost severeignty paling tinggi karena badan internasional memiliki kewenangan untuk membentuk kebijakan secara langsung. Sedangkan level paling rendah adalah kewenangan implementasi kebijakan.[21] Karena WIPO memiliki tipe kewenangan salah satunya yaitu kewenangan legislatif maka menurut tipe otoritas yang didelegasikan WIPO bersifat high cost sovereignty.

Efek legal

Efek legal ini berkaitan dengan tingkat kepatuhan yang mengikat negara yang tergabung dalam badan internasional. Semakin tinggi tingkat kepatuhan yang harus ditaati oleh negara yang bersangkutan, maka badan internasional tersebut memiliki efek legalitas yang tinggi.[22] Bagi WIPO, dalam hal paten misalanya, jika telah ditetapkan hak paten terhadap suatu penemuan bagi pihak tertentu maka ketentuan ini mengikat secaar legal dan harus dipatuhi oleh semua negara anggota. Secara normatif tidak ada pihak yang bisa melanggar keputusan ini. Dengan demikian WIPO merupakan badan internasional yang bersifat highly legally binding.

Selain efek legal yang berkaitan dengan kepatuhan, hal ini juga berkaitan dengan kekuatan enforcement yang dimiliki oleh badan internasional. Apakah sebuah badan internasional memiliki instrumen atau mekanisme untuk ‘memaksakan’ agar keputusan atau kebijakan yang telah mereka buat betul-betul dijalankan oleh negara yang bersangkutan atau bertindak ketika terjadi pelanggaran. Dalam hal ini WIPO tidak memiliki instrumen yang memiliki kekuatan enforcement yang tinggi. WIPO hanya memiliki WIPO Arbitration and Mediation Center yang didirikan tahun 1994 untuk menawarkan Alternative Dispute Resolution (ADR) jika terjadi sengketa mengenai kekayaan intelektual. Mekanisme yang dipakai hanya berupa arbitrasi dan mediasi yang bersifat non-binding.[23] Oleh karena itu WIPO melakukan kerjasama dengan institusi lain dalam mekanisme dispute-settlement. Untuk intellectual property WIPO telah memiliki kesepakatan kerjasama dengan WTO (TRIPS Agreement) dalam WTO-WIPO cooperation agreement yang disetujui pada 22 Desember 1995. tidak seperti WIPO, WTO memiliki mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih kuat tingkat enforcement-nya. Oleh karena itu jika ada pelanggaran lebih banyak diselesaian dalam WTO atau jika hal itu bersifat criminal akan dibawa ke International Court of Justice (ICJ).

Dalam tabel kombinasi antara obligation dan enforceability yang digambarkan oleh Bradley dan Kelley, WIPO menempati level moderate legal effect. Hal ini disebabkan karena tingakat kepatuhan yang harus dijalankan oleh negara anggota bersifat high cost sedangkan tidaknya kemampuan enforcement yang kuat membuatnya bersifat low cost.

Tingkat independensi badan internasional

Independensi badan internasional ditentukan oleh seberapa besar control yang bisa dilakuakn oleh negara yang bersangkutan terhadap badan internasional melalui perwakilan negara dalam badan internasional, aturan dan prosedur yang dimiliki, dan kondisi institusional lainnya seperti mekanisme pengawasan, ketetapan delgasi, dan kewenangan atas keuangan. Kesemua atribut ini bervariasi dan bisa terjadi kombinasi level.[24]

Orang-orang yang duduk dalam komite maupun yang menempati posisi puncak dalam sekretariat WIPO merupakan perwakilan yang ditunjuk oleh masing-masing negara anggota. Jadi setiap negara anggota WIPO memiliki perwakilan yang menempati posisi dalam struktur organisasi, paling tidak mereka ada dalam mekanisme pengambilan keputusan dalam majelis umum. Negara pengirim juga berhak mengganti perwakilannya bahakn bisa terjadi paad perwakilan yang menempati posisi puncak dalam sekertariat WIPO. Ini terjadi ketika Amerika Serikat mengganti perwakilannya, Rita Hayes, yang sedang menjabat sebagai deputy director general for copyright dengan Mike Kepplinger.[25] Meskipun dalam ‘teorinya’ yang berhak menunjuk wakil dirjen adalah dirjen dengan persetujuan komite koordinasi, tetapi pada prakteknya kontrol negara anggota terhadap badan internasional masih kuat.

Satu faktor lain yang mempengaruhi independensi badan internasional adalah spesifik atau tidaknya mandat yang diberikan kepada badan internasional. WIPO hanya mengatur ketentuan dan sistem dalam perlindungan HAKI dengan tugas dan prosedur yang telah ditentukan dalam WIPO convention membuat WIPO memiliki kewenangan yang spesifik yang membuat tingkat independensi dalam faktor ini rendah. Begitu pula dengan faktor pengawasan juga membuat independensi WIPO rendah. Hal ini disebabkan oleh mekanisme pelaporan secara regular atas kegiatan WIPO serta kontrol masing-masing negara terhadap perwakilan yang mereka kirimkan untuk WIPO. Level independensi juga tidak berbeda jauh pada faktor aturan dan prosedur. Pengambilan keputusan pada level majelis umum menggunakan prinsip konsensus dengan mekanisme voting satu anggota satu suara membuat kebijakan tidak bisa diambil jika ada anggota yang tidak setuju.

Namun keputusan yang diambil WIPO bersifat permanen dan mengikat. Misalnya hak paten yang telah ditetapkan untuk satu pihak akan berlaku selamannya dan tidak ada kesempatan re-negosiasi membuat level independensi untuk faktor ini tinggi. Begitu juga dengan independensi dalam hal keuangan. Meskipun untuk menyusun anggaran harus mendapat persetujuan dalam WIPO conference namun WIPO tidak tergantung pada satu penyandang dana tertentu. Sebagian besar kebutuhan keuangan WIPO dipenuhi dari jasa yang diberikan pada sektor swasta yang mendaftarkan kekayaan intelektualnya pada WIPO. Hal ini membuat faktor independensi keuangan WIPO menjadi tinggi.

KESIMPULAN

Brdasarkan konsep delegasi internasional yang ditulis oleh Bradley dan Kelley dapat diketahui bagaimana WIPO berperan sebagai delegasi internasional dalam rezim perlindungan terhadap HAKI. WIPO merupakan delegasi internasional yang menggunakan third party dalam hal ini sekretariat WIPO sebagai badan internasional untuk melaksanakan kewenangan yang diberikan oleh negara anggotanya. Peran ini membuat sekretariat WIPO yang terdiri dari ahli dari berbagai bidang memiliki peran dominan dalam menentukan arah dan kebijakan WIPO.

Berdasarkan tipe otoritas yang didelegasikan negara anggota kepada WIPO, badan ini memiliki beberapa tipe delegasi yaitu legislatif, regulatory, agenda-setting, dan implementasi kebijakan. Sedangkan untuk mengukur sovereignty cost yang harus dikorbankan oleh masing-masing negara anggota dapat dilihat dalam tabel berikut:

Sovereignty Cost WIPO

Faktor

Area isu

Tipe

Efek legal

Independensi

Level

low

high

medium

medium

Dengan demikian kita telah bisa mengetahui bagaimana WIPO sebagai satu erzim internasional berdasarkan konsep international delegation.

DAFTAR PUSTAKA

Bradley, Curtis A. and Kelley, Judith G. The Concept of International Delegation. Duke Law school Working Paper Series. 2007. <http://lsr.nellco.org/duke/fs/papers/81>

Groos, Robert. “World Intellectual Property Organisation (WIPO)”. Institutional Overview. Global Information Society Watch

Tellez, Viviana Munoz The WIPO Development Agenda: The campaign to reform intellectual property policy making, <http://www.ipngos.org/NGO%20 Briefings/The%20WIPO%20Development%20Agenda.pdf.>

Wikipedia Encyclopedia. Category:Treaties administered by WIPO. <http://en.wikipedia.org/ wiki/Category:Treaties_administered_by_WIPO>

World Intellectual Property Organization. Convention Establishing the World Intellectual Property Organization. <http://www.wipo.int/treaties/en/convention/trtdocs_ wo029.html#P222_25978>

____________. World Intellectual Property Organization: An Overview. 2007 Edition. <http://www.wipo.int/freepublications/en/general/1007/wipo_pub_1007.pdf>

____________. How WIPO Works, <http://www.wipo.int/aboutwipo/how_wipo_ works.html>

____________. WIPO ADR Procedure. <http://www.wipo.int/wipo-adr.html>

http://www.wipo.int



[1] Tidak semua negara anggota PBB menjadi anggota WIPO, negara-negara yang belum masuk sebagai anggota WIPO yaitu Kiribati, Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Palau, Palestinian Authority, Sahrawi Republic, Solomon Islands, Taiwan, Timor-Leste, Tuvalu dan Vanuatu.

[2] Robert Groos, “World Intellectual Property Organisation (WIPO)”, Institutional Overview, Global Information Society Watch.

[3] Sumber www.wipo.int

[4] Curtis A. Bradley and Judith G. Kelley, The Concept of International Delegation, Duke Law school Working Paper Series, 2007,

[5] Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, ditandatangani di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967 dan diamandemen pada tanggal 28 September 1979

[6] Lihat Convention Establishing the World Intellectual Property Organization,

[7] Gross, op. cit.

[8] WIPO, How WIPO Works,

[9] Ketentuan dan prosedur tentang paten diatur dalam Patent Cooperation Treaty, ketentuan tentang merk dagang diatur dalam Madrid system dan Hague system mengatur tentang desain industri.

[10] Bradley and Kelley, op. cit. p. 9.

[11] Ibid.

[12] Gross, op. cit.

[13] Sumber Wikipedia Encyclopedia, Category:Treaties administered by WIPO, <http://en.wikipedia.org/ wiki/Category:Treaties_administered_by_WIPO>

[14] Bradley and Kelley, op. cit. p.12.

[15] Ibid, p. 13.

[16] Viviana Munoz Tellez, The WIPO Development Agenda: The campaign to reform intellectual property policy making, <http://www.ipngos.org/NGO%20Briefings/The%20WIPO%20Development%20 Agenda.pdf.>.

[17] Bradley and Kelley, op. cit. p 14.

[18] Ibid. p. 18.

[19] Ibid, p. 18-19.

[20] Definisi dan klasifikasi menegnai kekayaan intelektual bisa dilihat dalam website WIPO atau WTO dan keduanya merujuk pada definisi yang tercantum dalam Berne Convention dan paris Convention.

[21] Lihat Bradley and Kelley, op cit p. 20

[22] Lihat Bradley and Kelley, op cit p. 21

[23] Prosedur dalam ADR dapat dilihat dalam WIPO ADR Procedure

[24] Lihat Bradley and Kelley, op cit p. 23-24. dalam bagan digambarkan bagaimana menentukan seberapa besar independensi sebuah badan internasional berdasarkan beberapa indikator.

[25] Gross, op. cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar