Kamis, 29 Mei 2008

KETERLIBATAN AUSTRALIA DALAM EAST ASIAN SUMMIT

KETERLIBATAN AUSTRALIA DALAM EAST ASIAN SUMMIT

Wilayah Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah regional yang penting bagi kebijakmn luar negeri Australia. Karena letaknya yang berdekatan dengan wilayah territorial Australia, maka menjaga hubungan baik dengan negara-negara ASEAN[i] (Association of South East Asian Nation) merupakan hal yang penting untuk menjaga keamanan dan stabilitas regional. Selain itu, kerjasama di bidang ekonomi merupakan potensi yang saling menguntungkan bagi hubungan antara Australia dan negara-negara di Asia Tenggara. Melihat potensi sumber daya alam Australia dan Asia Tenggara serta perkembangan industri di kedua wilayah merupakan modal untuk membangun kerjasama ekonomi dan perdagangan yang lebih erat. Oleh karena potensi kerjasama yang sangat besar dan saling menguntungkan, Australia tidak perlu menganggap wilayah yang berbatasan di sebelah utara Australia ini sebagai ancaman lagi.

Pada tahun 2005 yang lalu, ASEAN mencetuskan sebuah kerangka kerjasama yang tidak hanya melibatkan negara-negara anggota ASEAN tetapi juga negara-negara Asia Timur –Cina, Jepang, dan Korea Selatan-, India, Selandia Baru dan Australia, serta Rusia sebagai observer. Forum tersebut diberi nama East Asian Summit (EAS) yang telah melaksanakan pertemuan untuk pertama kalinya pada tanggal 14 Desember 2005 di Kuala Lumpur dan dihadiri 17 negara (16 negara anggota ditambah Rusia). EAS merupakan forum dialog untuk menyelesaukan isu-isu politik dan ekonomi berdasarkan kepentingan bersama dan bertujuan untuk menciptakan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran ekonomi di Asia Timur.[ii] Meskipun pertemuan pada pertama EAS hanya berlangsung singkat –selama tiga jam- dan hanya sedikit keputusan yangdibuat tetapi forum ini telah berhasil membangun comunikasi diantara negara-negara anggota.

Bagi Australia sendiri, awal keikutsertaan dalam EAS tidak berjalan mulus. Ada beberapa hal yang sempat menjadi masalah dalam keanggotaan Australia. Ternyata tidak semua negara ASEAN mendukung secara penuh keterlibatan Australia dalam EAS. Lalu apa yang bisa diharapkan oleh Australia setelah masuk menjadi anggota EAS? Dan apakah forum ini nantinya bisa bermanfaat bagi kepentingan nasional Australia, di tengah kritik yang mengatakan bahwa forum dialog ini nantinya hanya menjadi talk shop?

ISU KEANGGOTAAN AUSTRALIA DALAM EAS

Dalam pertemuan informal pada bulan April 2005, para menteri luar negeri ASEAN memutuskan hanya negara-negara yang telah memiliki hubungan substantif dengan ASEAN serta para mitra dialog (Cina, Jepang, dan Korea Selatan) dan telah turut menandatangani Treaty of Amity and Cooperation (TAC) ASEAN yang bisa ikut pertemuan puncak pada bulan Desember 2005. TAC merupakan sebuah pakta non-agresi dengan prinsip saling menghormati kedaulatan, tidak mencampuri urusan dalam negeri, serta penyelesaian secara damai atas berbagai sengketa antar wilayah, dan memacu kerjasama secara efektif. Setelah melalui perdebatan internal, kemudian disetujui bahwa ASEAN akan mengundang India, Selandia Baru dan Australia untuk ikut dalam forum tersebut sebagai penyeimbang kekuatan geopolitik Cina. Beberapa hal yang dipertimbangkan untuk mengundang Australia diantaranya yaitu Australia merupakan partner dialog ASEAN sejak tahun 1974 dan telah membangun hubungan multilateral yang mendalam dengan ASEAN; Australia adalah pelopor dan anggota aktif dalam ASEAN Regional Forum; dan Australia juga merupakan pelopor Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) yang menghubungkan ekonomi Asia dan Amerika.[iii]

Meskipun ASEAN dan Australia telah memiliki hubungan yang erat, bukan berarti tidak ada masalah dalam keanggotaan Australia. Keterlibatan Australia dalam keanggotaan EAS mengundang kontrofersi, baik di dalam ASEAN sendiri maupun di pihak Australia. seminggu sebelum pertemuan peratama EAS dilaksanakan, mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohammad mengatakan bahwa keterlibatan Australia dan Selandia Baru tidak sesuai secara geografis dan pada kenyataannya kedua negara tersebut tidak terletak di kawasan Asia. Meskipun demikian Mahathir mendukung partisispasi Rusia dalam EAS. Terlebih lagi Australia selama ini dikenal dengan ‘America’s sheriff’ karena keterlibatannya di Iraq dan partisipasinya dalam ‘war on terrorism’ menimbulkan banyak kritikan pada pemerintahan Howard.[iv]

Oposisi negara-negara Asia terhadap sikap Australia yang mendukung militarisme Amerika Serikat (AS) semakin kuat, diprovokasi oleh pernyataan Howard atas doktrin Presiden Bush dengan mengatakan bahwa Australia siap bertindak secara unilateral melakukan preemptive strike terhadap ancaman-ancaman teroris di wilayah regionalnya.[v] Begitu pula dengan sikap Perdana Menteri John Howard, yang pada awalnya menolak untuk menandantangani TAC. Sedangkan menurut ASEAN, menandatangani TAC adalah syarat yang tidak bisa ditawar untuk bisa berpartisipasi dalam EAS. ASEAN berusaha mencegah meluasnya intervensi militer Australia dalam preemptive doctrine yang dikatakan oleh PM Howard. Jika Australia mau menandatangani TAC berarti Australia menyetujui prinsip untuk tidak menggunakan kekerasan –kekuatan militer- untuk menyelesaikan konflik di kawasan ini. Australia dengan tegas menyatakan menolak untuk menandatangani kesepakatan apapun yang bisa mengganggu hubungan mereka dengan AS. Australia menganggap TAC akan bertentangan dengan perjanjian keamanannya dengan AS, sedangkan Howard menginginkan Australia meningkatkan perannya di Asia dengan dukungan AS.

Sikap keras PM Howard ini ditunjukkan oleh pernyataannya di beberapa media massa Australia :

“[While] the summit could develop into a trading power to rival the US and EU, we should not do anything rash in order to be accepted. That includes signing ASEAN’s Treaty of Amity and Cooperation, which sounds innocuous enough but would have put the kybosh on our East Timor intervention.”[vi]

“We would be very happy to participate, but we are not knocking on doors begging admission. We don’t need to do that. Australia is a strong, respected, involved country in the region and that will be the case whether or not we are at the summit.”[vii]

Bahkan Howard juga menyatakan bahwa forum EAS “was not the most important thing”. Bagi Australia yang terpenting adalah mencapai kesepakatan Free Trade Area secara bilateral dengan negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara yang selama ini sedang diusahakan perundingannya. Pernyatan-pernyatan Howard tersebut menunjukkan sikap ‘keras kepala’ untuk bertindak secara unilateral dan juga kepercayaan bahwa Australia bisa bertindak sendiri tanpa kerjasama dengan negara-negara tetangganya.

PM Malaysia, Abdullah Badawi, menanggapi sikap Australia untuk tetap mempertahankan strategi preemptive strike-nya untuk menghadapi ancaman teroris membuktikan bahwa Australia semakin condong pada pandangan Amerika Serikat dan tidak mendekatkan diri ke Asia. Namun di sisi lain, Indonesia sangat mendukung keterlibatan Australia dalam EAS. Presiden Yudhoyono mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi ”bridge to East Asia” bagi Australia.[viii] Dukungan ini didasari atas keyakinan pasti ada penyelesaian dan jalan tengah bagi perbedaan persepsi tentang TAC antara Australia dan ASEAN. Akhirnya, pada bulan Juni 2005 Australia mengubah kebijakannya dan menyatakan akan bersedia menandatangani TAC dan meyakini bahwa penandatanganan tersebut tidak akan mengganggu hubungannya dengan negara-negara lain, terutama aliansinya dengan Washington. Australia menginginkan jaminan bahwa penandatangan TAC tidak akan bertentangan dengan aliansi keamanan ANZUS dengan AS yang telah berlangsung selama 54 tahun. ANZUS merupakan perjanjian kemanan yang paling penting bagi Australia. Australia juga menginginkan jaminan bahwa Australia akan diperbolehkan menggunakan kekuatan militer untuk memenuhi kewajiban dan sesuai dengan Piagam PBB, terutama berkaitan dengan hak asasi manusia. Canberra juga meminta jaminan bahwa Australia akan diikutsertakan secara penuh dalam proses EAS dan tidak hanya dalam pertemuan pertamanya saja.[ix]

Di dalam negeri Australia sendiri, dukungan terhadap keterlibatan Australia dalam pertemuan pertama EAS datang dari Partai Buruh. Seperti yang dikatakan oleh Kevin Rudd –seorang anggota ALP-, bahwa kehadiran dalam pertemuan pertama EAS merupakan suatu hal yang penting. Lebih jauh lagi dia menambahkan :

”It would be a second-class outcome for Australia if we had to wait for another year or so for Australia to be admitted.”[x]

Selain itu, dalam analisis Australian Labor Party (ALP) menyatakan bahwa kebijakan luar negeri PM Howard berada dalam kontradiksi. Di satu sisi Howard melanjutkan doktrin regional military pre-emption dan mempertahankan haknya untuk bertindak secara unilateral terhadap negara-negara tetangganya; di sisi lain pemerintahan Howard telah menyatakan kesediaannya untuk menandatangani pakta non-agresi dengan negara yang sama.[xi] Jelas sekali strategi pre-emptive strike yang dikatakan oleh Howard bertentangan dengan TAC yang ditandatangani oleh Australia.

APA YANG BISA DIHARAPKAN AUSTRALIA DARI EAS?

Meskipun forum dialog EAS telah sukses dalam pertemuan pertamanya dengan berhasil mempertemukan pemimpin 16 negara dalam satu forum dialog, EAS masih memiliki beberapa kendala terkait dengan perbedaan kondisi ekonomi, politik, dan budaya yang sangat mencolok antar negara-negara anggotanya. Perbedaan kondisi ekonomi yang sangat jauh, misalnya antara Jepang dan Laos, atau kondisi politik yang berbeda antara Australia yang menganut demokrasi barata dan Myanmar yang dikuasai oleh rezim militer akan menjadi kendala tersendiri bagi EAS. Selain itu adanya konflik antar negara anggota, misalnya antara Cina dan Jepang atau Korea dan Jepang berkaitan dengan sejarah Perang Dunia II akan menyulitkan hubungan antar negara anggota.[xii] Namun bagi sebagian pemimpin ASEAN lainnya seperti PM Singapura Lee Hsien Loong percaya bahwa perbedaan tersebut akan bisa diatasi karena negara-negara anggota EAS memiliki kepentingan nasional yang sama dalam forum tersebut.

Bagi Australia sendiri keikutsertaan dalam EAS didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, EAS dipandang penting tidak hanya karena implikasinya bagi perdagangan regional tetapi lebih penting lagi sebagai indikator meningkatnya posisi Cina secara geopolitik. Kedua, posisi dari negara-negara regional relatif terhadap kekuatan-kekuatan besar seperti Cina dan AS dibawa ke dalam perspektif diplomasi yang ada dalam EAS. Ketiga, EAS dipandang penting secara strategis karena forum ini bisa menjadi basis terbentuknya East Asian Community di masa yang akan datang, yang bisa membuat kesepakatan bersama di bidang perdagangan dan keamanan tanpa melibatkan AS.[xiii]

Di bidang ekonomi dan perdagangan, EAS menunjukkan peluang kerjasama yang semakin meningkat bagi Asia Timur maupun Australia. Lima belas negara lainnya yang bergabung dalam EAS menerima 60% ekspor Australia. Peluang bagi kepentingan ekonomi Australia terbuka lebar karena pasar yang besar di wilayah ini. Negara-negara yang tergabung dalam EAS mencakup setengah dari jumlah populasi dunia, selain itu juga menguasai sepertiga total perdagangan dunia dan sebagian besar GNP dunia. Kesepakatan negara-negara anggota EAS untuk melaksananakan pembicaraan tahunan dalam rangka menciptakan wilayah free trade area –direncanakan akan selesai tahun 2015- yang meliputi pengurangan hambatan perdagangan dan investasi, menambah keuntungan tersendiri bagi kepentingan nasional Australia. Kesepakatan ini sejalan dengan upaya untuk menciptakan free trade area secara bilateral, bahkan dengan adanya EAS wilayah FTA akan semakin luas.

Peran EAS untuk menjaga keamanan dan kestabilan regional di masa yang akan datang juga tidak bisa diabaikan, meskipun kesepakatan di bidang keamanan masih memerlukan waktu yang lebih lama dari kerjasama ekonomi. TAC yang menjadi landasan kerjasama ini akan menjamin tidak akan ada konflik terbuka di kawasan Asia Timur, dan interfensi terhadap negara lain. Hal ini juga menjadi jaminan bagi Australia bahwa negara-negara di sebelah utaranya tidak akan menjadi ancaman secara militer, meskipun TAC juga bertentangan dengan kebijakan preemptive strike yang masih dipertahankan Australia.

Forum dialog EAS memang belum memenuhi kepentingan nasional Australia sepenuhnya. Australia juga masih memainkan peran marginal dalam forum ini karena Australia baru bergabung pada saat-saat terakhir. Namun EAS menjanjikan kerjasama yang lebih erat diantara negara-negara anggotanya. Bisa dibayangkan betapa kuatnya kerjasama yang bisa memasukkan setengah dari total jumlah penduduk dunia. Dalam pertemuan EAS Desember yang lalu juga telah dibahas beberapa isu penting seperti de-nuklirisasi Semenanjung Korea, terorisme, avian influenza, sustainable development, serta merundingkan perlunya kemajuan dalam putaran doha WTO. Di beberapa isu seperti terorisme dan avian influenza, merupakan isu internasional yang sangat penting dan kerjasama dalam EAS akan sangat bermanfaat bagi Australia dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Disamping beberapa manfaat bagi kepentingan nasional Australia yang bisa dicapai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan Australia dalam keterlibatannya dengan dalam EAS Pertama, munculnya beberapa kritik terhadap EAS juga harus diperhatikan oleh Australia. Ada yang menganggap bahwa forum-forum dialog ASEAN hanya merupakan talk-shop, dimana terlalu banyak dialog dan perundingan namun tidak ada aksi atau tindakan nyata yang signifikan.[xiv] Kedua, munculnya EAS di tengah mundurnya peran APEC sebagai oragnisasi regional Asia Pasifik menunjukkan kemunduran peran Australia secara regional. Saat ini APEC yang beranggotakan 21 negara terpecah dalam blok-blok regional dan bilateral. Bahkan jika East Asia Community benar-benar terbentuk, maka kelompok ini berpotensi menggantikan peran APEC sebagai forum multilateral di Asia di bidang perdagangan, investasi, liberalisasi, dan inetgrasi ekonomi.[xv] Ketiga, EAS yang tidak melibatkan AS disebut sebagai upaya untuk menandingi kekuatan hegemoni AS, dan menjadi ancaman bagi kepentingan dan pengaruh AS di Asia, sedangkan di sisi lain Australia masih mengagantungkan keamananya dalam payung aliansi ANZUS dengan AS. Jika EAS nantinya benar-benar dianggap ancaman bagi kepentingan AS, maka Australia harus siap dengan konsekuensinya jika hal ini berdampak bagi hubungan bilateralnya dengan AS, yaitu memilih mempertahankan ANZUS dengan konsekuensi melepaskan diri dari keanggotaan EAS atau tidak lagi mendapatkan perlindungan keamanan AS.

KESIMPULAN

Melihat keterlibatan Australia dalam East Asian Summit memperlihatkan adanya dualisme dalam kebijakan luar negeri Australia saat ini. Pertama, kepentingan ekonomi merupakan alasan utama bagi Australia untuk menjalin hubungan kerjasama yang lebih erat dengan negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur. Salah satunya adalah dengan keputusan Australia untuk menerima undangan sebagai anggota EAS. Kedua, di bidang keamanan, Australia masih bergantung pada AS dengan masih mengutamakan aliansi militernya dengan AS dalam ANZUS dan juga terus mendukung srategi keamanan yang dipakai AS, yaitu preemptive strike. Australia berusaha agar setiap kerangka kerjasama yang disepakatinya dengan negara lain tidak merusak hubungannya dengan AS.

Dengan masuknya Australia dalam keanggotaan EAS merupakan peluang untuk memenuhi kepentingan nasionalnya, terutama di bidang ekonomi. Sedangkan di bidang keamanan, forum ini akan bermanfaat untuk menjaga stabilitas keamanan regional yang juga penting bagi kepentingan nasional Australia.



[i] Negara-negara anggota ASEAN mencakup 10 negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Brunai Darussalam.

[ii] B. Kuppusamy, East Asia Summit, Another Talk Shop? (online), 15 Desember 2005, <http://www.ipsnews.net/news.asp?idnews=31433>.

[iii] F. Frost & A. Rann, The East Asia Summit, Kuala Lumpur, 14 December 2005: issues and outcomes (online), 17 Januari 2006, <http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/eastasia_summit.htm>.

[iv] Kuppusamy, East Asia Summit, Another Talk Shop?, 2005.

[v] P. Symonds, Australia and The East Asian Summit: Howard’s diplomatic “success” turns sour (online), 5 Mei 2005, <http://www.wsws.org/articles/2005/may2005/howa-m06_prn.shtml>.

[vi] Dikutip dari Symonds, Australia and The East Asian Summit: Howard’s diplomatic “success” turns sour.

[vii] R. Mcguirk, Ausralia cool over East Asian Summit (online), 9 April 2005, <http://www.manilatimes.net/national/2005/apr/09/yehey/world/20050409wor5.html>. Dikutip langsung oleh The Manila Times dari pernyataan PM Howard kepada stasiun radio 3 AW di Melbourne.

[viii] K. Seneviratne, Howard Makes a U-Turn To Woo Asia (online), 11 April 2005, <http://www.ipsnews.net/africa/interna.asp?idnews=28233>.

[ix] AFP, Australian Finds Way to Sign Southeast Asian Non-Aggression Pact: Report (online), 20 Mei 2005, <http://www.aseansec.org/afp/117.htm>.

[x] Dikutip dalam ABC Asia Pacific TV/Radio Australia, Indonesia backs Australia's inclusion in East Asia Summit (online), 12 April 2005, <http://www.buzztracker.org/2005/04/12/cache/516108.htm>.

[xi] K. Ruud, Australia, the Region and The East asian Summit: Reluctant partner or Agenda Setter (online), 2 Agustus 2005, <http://www.alp.org.au/media/0805/spefa020.php>.

[xii] Bahkan menteri luar negeri Korea Selatan dan Cina menolak untuk bertamu dengan PM Junichiro Koizumi secara bilateral selama EAS berlangsung.

[xiii] B. Vaughn, East Asian Summit: Issues for Congress (online), Congressional Research Service Report for Congress 9 Desember 2005, <http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/crs/rs22346.pdf>.

[xv] Vaughn, East Asian Summit: Issues for Congress, Congressional Research Service Report for Congress.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar